Syawal, Bulan Peningkatan Ibadah
الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ
ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ
لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدَناَ وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إِلىَ
الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ
سَيِّدِنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ. أَمَّا بَعْدُ .فَيَآأَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ.
Seiring
bulan suci Ramadhan terlewati, kita tidak boleh dengan serta merta melupakannya
seolah tiada kebaikan yang membekas dalam diri kita. Kita harus melakukan
muhasabah atau introspeksi diri terhadap semua proses yang telah kita lewati
selama Ramadhan. Sebagai bulan penuh dengan keberkahan dan memotivasi kita
untuk beribadah lebih, kita harus bertanya kepada diri sendiri: Sudahkah kita
maksimal dalam beribadah di bulan Ramadhan baik dari sisi kuantitas maupun
kualitas? Selanjutnya, apakah kita bisa meningkatkan, atau minimal
mempertahankan semangat kita beribadah di bulan-bulan setelah Ramadhan?
Pertanyaan
ini sangat penting sebagai upaya mengingat kekurangan-kekurangan pada masa lalu
untuk diperbaiki pada masa yang akan datang. Allah sudah memerintahkan kita
untuk senantiasa melakukan upaya introspeksi diri dalam proes perjalanan hidup
kita dengan sebuah firman-Nya:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ
نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا
تَعْمَلُوْنَ
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).
Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu
kerjakan.” (Al-Ḥasyr :18)
Dengan
spirit yang dibawa oleh ayat ini, sudah semestinya kita tidak mengendurkan
semangat kita dalam beribadah dari sisi kuantitas maupun kualitas. Terlebih
memasuki bulan Syawal yang menjadi tonggak pertama perjuangan untuk
mempertahankan dan meningkatkan semangat beribadah pasca-Ramadhan. Hal ini pun
tergambar dari makna kata Syawwal itu sendiri. Dari segi bahasa, kata “Syawal”
(شَوَّالُ) berasal dari
kata “Syala” (شَالَ) yang memiliki
arti “irtafaá” (اِرْتَفَعَ) yakni
meningkatkan. Makna ini seharusnya menjadi inspirasi kita untuk tetap
mempertahankan grafik kualitas dan kuantitas ibadah pasca-Ramadhan.
Peningkatan
amal ibadah ini juga tidak harus dilakukan dengan kuantitas yang dipaksakan
secara tiba-tiba. Namun akan lebih baik jika ibadah dilakukan dengan istiqamah
dan rutin walaupun dalam kuantitas yang sedikit. Istiqamah dalam ibadah ini
telah diingatkan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya:
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
(أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ)ـ
Artinya:
“Sebaik-baik perbuatan menurut Allah adalah yang dirutinkan meskipun sedikit”
Bulan
Syawal menjadi momentum tepat untuk menjaga diri dari predikat dan status yang
telah kita raih setelah berjuang di bulan Ramadhan. Selain predikat ketakwaan
yang telah dijanjikan Allah bagi orang-orang beriman yang benar-benar
menjalankan ibadah puasa dengan baik, kesucian diri seperti bayi yang terlahir
kembali ke dunia, juga akan diraih orang yang berpuasa.
Alangkah
mulianya dua status yang didapat seseorang setelah berpuasa di bulan Ramadhan.
Alangkah sayangnya jika status ini tidak dipertahankan dengan baik dan
disia-siakan begitu saja. Sangatlah rugi bagi kita yang tidak bisa
mempertahankan ketakwaan dan kesucian pasca-Ramadhan ini. Ketakwaan sendiri
merupakan status yang paling mulia yang disematkan kepada hamba-Nya di
sisi-Nya. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat Ayat 13:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى
وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.”.
Selain
menjaga ketakwaan, kesucian diri juga harus dipertahankan, jangan sampai
dikotori kembali oleh perbuatan-perbuatan maksiat yang akan menjauhkan diri
dari Allah swt. Allah menggolongkan orang-orang yang mampu menjaga kesucian
diri sebagai orang yang beruntung dan sebaliknya menyebut orang-orang yang
mengotori kesucian diri sebagai orang yang merugi.
Mudah-mudahan
Allah memberikan kita kekuatan untuk terus dapat menjalankan ibadah dengan semangat
dan memberikan kita kesucian hati dan keistiqamahan dalam beribadah untuk
meraih ridha-Mu.
بارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ
تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا
فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar